Gempa berkekuatan di atas 8 skala Richter masih mengancam daratan Sumatera, termasuk Lampung. Masyarakat diminta tetap mewaspadai ancaman tersebut.
Hal itu disampaikan pakar gempa dari Institut Teknologi Bandung Sri Widiyantoro dalam acara Breaking News di Metro TV, Kamis (1-10) pagi. Menurut Sri, gempa dengan magnitudo 8 SR dapat terjadi jika lempeng Indo Australia dan Euroasia kembali bertumbukan. "Setelah Padang, gempa besar dengan kekuatan di atas 8 SR masih mungkin terjadi di Sumatera. Ini skenario terburuk jika lempeng Indo Australia dan Euroasia bertumbukan," kata dia.
Menurut Widiyantoro, gempa yang terjadi di Padang, Rabu lalu, terjadi akibat subduksi atau penyusupan dua lempeng bumi yang menyebabkan gempa intraplate, atau pecahnya salah satu lempeng karena tidak kuat menahan mantel bumi di atasnya. Potensi lebih besar dari gempa Padang dapat terjadi jika ada gempa interplate akibat tumbukan kedua lempeng. "Ini yang kami khawatirkan karena kekuatannya bisa di atas 8 SR," kata Widiyantoro.
Karena itu, ia meminta warga di pulau Sumatera, khususnya yang berada di jalur gempa dan sekitar pesisir barat pula Sumatera untuk tetap waspada. "Masyarakat harus waspada, tapi tidak perlu panik," kata dia.
Kepala Stasiun Geofisika Kotabumi Krismanto sependapat dengan Sri Widiyantoro. Menurut dia, gempa lebih besar dapat terjadi kembali di Sumatera, termasuk Lampung. Namun, Krismanto menegaskan tidak ada alat yang dapat memprediksi secara tepat waktu dan tempat terjadinya gempa. "Cara satu-satunya untuk mengantisipasi adalah meningkatkan kewaspadaan, mempersiapkan diri, dan tidak panik," kata Krismanto.
Dalam dua tahun terakhir, geolog LIPI Danny Hilman Natawidjaja juga memperingatkan akan datang gempa besar dari segmen Mentawai.
Segmen ini merentang mulai dari Pulau Siberut, Pulau Sipora, hingga Pulau Pagai. Ketiganya ada di lepas pantai barat Kota Padang.
"Segmen ini tegang karena rentetan gempa besar di lepas pantai barat Sumatra meninggalkan efek pemicuan," kata Danny.
Bayangkan saja, sejak 1797 segmen ini belum bergerak. Padahal setiap 140--200 tahun sekali segmen Mentawai seharusnya menimbulkan gempa besar.
Apalagi, beberapa zona pengunci sudah terbuka. Gempa Bengkulu telah menggerakkan segmen Sipora-Enggano yang terakhir kali dilanda gempa besar pada 1833. Sedangkan dua segmen di utara, yang sudah bergerak lebih dahulu, yaitu segmen Aceh-Andaman punya periode ulang setiap 400--600 tahun sekali.
Hal itu disampaikan pakar gempa dari Institut Teknologi Bandung Sri Widiyantoro dalam acara Breaking News di Metro TV, Kamis (1-10) pagi. Menurut Sri, gempa dengan magnitudo 8 SR dapat terjadi jika lempeng Indo Australia dan Euroasia kembali bertumbukan. "Setelah Padang, gempa besar dengan kekuatan di atas 8 SR masih mungkin terjadi di Sumatera. Ini skenario terburuk jika lempeng Indo Australia dan Euroasia bertumbukan," kata dia.
Menurut Widiyantoro, gempa yang terjadi di Padang, Rabu lalu, terjadi akibat subduksi atau penyusupan dua lempeng bumi yang menyebabkan gempa intraplate, atau pecahnya salah satu lempeng karena tidak kuat menahan mantel bumi di atasnya. Potensi lebih besar dari gempa Padang dapat terjadi jika ada gempa interplate akibat tumbukan kedua lempeng. "Ini yang kami khawatirkan karena kekuatannya bisa di atas 8 SR," kata Widiyantoro.
Karena itu, ia meminta warga di pulau Sumatera, khususnya yang berada di jalur gempa dan sekitar pesisir barat pula Sumatera untuk tetap waspada. "Masyarakat harus waspada, tapi tidak perlu panik," kata dia.
Kepala Stasiun Geofisika Kotabumi Krismanto sependapat dengan Sri Widiyantoro. Menurut dia, gempa lebih besar dapat terjadi kembali di Sumatera, termasuk Lampung. Namun, Krismanto menegaskan tidak ada alat yang dapat memprediksi secara tepat waktu dan tempat terjadinya gempa. "Cara satu-satunya untuk mengantisipasi adalah meningkatkan kewaspadaan, mempersiapkan diri, dan tidak panik," kata Krismanto.
Dalam dua tahun terakhir, geolog LIPI Danny Hilman Natawidjaja juga memperingatkan akan datang gempa besar dari segmen Mentawai.
Segmen ini merentang mulai dari Pulau Siberut, Pulau Sipora, hingga Pulau Pagai. Ketiganya ada di lepas pantai barat Kota Padang.
"Segmen ini tegang karena rentetan gempa besar di lepas pantai barat Sumatra meninggalkan efek pemicuan," kata Danny.
Bayangkan saja, sejak 1797 segmen ini belum bergerak. Padahal setiap 140--200 tahun sekali segmen Mentawai seharusnya menimbulkan gempa besar.
Apalagi, beberapa zona pengunci sudah terbuka. Gempa Bengkulu telah menggerakkan segmen Sipora-Enggano yang terakhir kali dilanda gempa besar pada 1833. Sedangkan dua segmen di utara, yang sudah bergerak lebih dahulu, yaitu segmen Aceh-Andaman punya periode ulang setiap 400--600 tahun sekali.